Tokoh
Wanita Pergerakan nasional
Siapa bilang tokoh pergerkan nasional Cuma makhluk adam… ada
wanita juga kok yang ikut berperan sebagai pahlawan dalam masa pergerakan
nasional… jadi ga usah cemburu kalau
para lelaki mengidolakan pahlawannya,,, kita juga punya pahlawan yang bisa kita
idolakan sebagai wanita… nih Tokoh-tokoh wanita dalam pergerakan nasional!
antara lain :
1. Dewi Sartika (Pelopor
gerakan wanita di Jawa Barat). Ia mendirikan Sekolah dengan nama Sekolah
Keutamaan Istri
2. Maria Walanda Maramis (Pelopor
Gerakan Wanita di Minahasa, Sulawesi Utara). ia mendirikan organisasi PIKAT
(Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya).
3. Soewarni Jayasepoetra (Pelopor
gerakan wanita di Bandung, Jawa Barat). Mendirikan organisasi wanita Istri
Sedar yang bergerak di bidang politik dengan tujuan mencapai Indonesia Merdeka.
4. Maria Oelfah dan Ibu Soenarjo
Mangoenpoespito. Pendiri organisasi istri Indonesia dengan tujuan
mencapai Indonesia Raya.
5. Nyi Hajar Dewantoro (Istri
Ki Hajar Dewantoro, aktif di Taman Siswa)
6. Ibu Ahmad Dahlan (Istri
pendiri Moehammadijah Haji Ahmad Dahlan, aktif di organisasi wanita dibawah
Moehammadijah Aisyah), dan lain-lain
7. R.A Kartini : yang gat w Kartini
bukan wanita Indonesia ,,, kartini ii adalah pahlawan Indonesia yang mampu
memperjuangkan Emansipasi wanita loohh
8. Christina Martha Tiahahu,
9. Cut Nya’ Dien
10. Cut Meutiah
11. Nyai Ageng
Serang,
Selain munculnya berbagai tokoh gerakan wanita, muncul pula
organisasi-organisasi wanita, yaitu antara lain :
1. Kartini Fonds (Semarang)
2. Putri Merdika (Jakarta)
3. Wanita Roekoen Sentosa
(Malang)
4. Majoe Kemoeliaan (Bandung)
5. Boedi Wanita (Solo)
6. Kerajinan Amal Setia (Koto
Gadang, Sumatera Barat)
7. Serikat Kaum Ibu Sumatera
(Bukit Tinggi, Sumatera Barat
8. Ina Tuni (Ambon, Maluku)
9. Gorontalosche
Mohammedaansche Vrouwen Vereniging (Sulawesi Utara)
(yang ga tau
mereka,,, PARAH)
Bila ditelusuri perkembangan gerakan wanita Indonesia
terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu : a. Tahap Pertama (Masa Feodal)
b. Tahap Kedua (Masa
Pergerakan Nasional)
c. Tahap Ketiga (Masa Persatuan Gerakan Wanita)
Kongres
Perempuan
1. Kongres Perempuan
Indonesia 22-25 Desember 1928
Perempuan Indonesia dari berbagai
latar belakang suku, agama, kelas, dan ras datang dari seluruh Indonesia
menghadiri Kongres yang diselenggarakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang). Para
perempuan ini umumnya berusia muda. Persiapan Kongres dilakukan di Jakarta,
dengan susunan panitia Kongres Perempuan Indonesia sebagai berikut: Nn.
Soejatin dari Poetri Indonesia sebagai Ketua Pelaksana, Nyi Hajar Dewantara
dari Wanita Taman Siswa sebagai Ketua Kongres, dan Ny. Soekonto dari Wanito
Tomo sebagai Wakil Ketua. Pada saat itu dimulailah pengorganisasian untuk
terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia.
Kongres ini dihadiri oleh
perwakilan 30 perkumpulan perempuan dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah
Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni
dari Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri
Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.
Kongres memutuskan:
untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk
menambah sekolah bagi anak perempuan;
pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu
nikah (undang undang perkawinan); dan segeranya
diadakan peraturan yang memberikan tunjangan pada janda dan
anak-anak pegawai negeri Indonesia;
memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki
kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut stuidie
fonds;
mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberatasan
buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan
kanak-kanak;
mendirikan suatu badan yang menjadi wadah pemufakatan dan
musyawarah dari berbagai perkumpulan di Indonesia, yaitu Perikatan Perkumpulan
Perempuan Indonesia (PPPI).
2. Kongres Perikatan
Perkumpulan Perempuan Indonesia, Jakarta 28-31 Desember 1929
Kongres PPPI diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi
anggotanya. Kongres diketuai oleh Ny. Mustadjab. Pada Kongres ini isu yang
diangkat sebagai pembahasan di antaranya adalah masalah kedudukan dan peran
sosial dan ekonomi perempuan, peran dan kedudukan perempuan dalam perkawinan,
dan kehidupan dalam keluarga. Permasalahan perkawinan khususnya poligami, kawin
paksa dan perkawinan anak-anak juga menjadi topik yang dibahas tersendiri.
Mengenai Kongres Perempuan I, diinformasikan pada peserta bahwa tiga mosi di
atas yang disampaikan kepada pemerintah disambut dengan baik.
Kongres memutuskan:
mengganti nama PPPI menjadi Perikatatan Perkumpuan Istri
Indonesia (PPII). Agar tidak nampak bahwa perkumpulan ini sebagai satu
perkumpulan atau unity, melainkan hanya bersifat federasi atau
gabungan;
anggaran dasar yang baru menyebutkan tujuan penggabungan itu
adalah menjalin hubungan di antara perkumpulan perempuan untuk
meningkatkan nasib dan derajat perempuan Indonesia dengan
tidak mengkaitkan diri dengan soal politik dan agama;
mengajukan mosi kepada pemerintah untuk menghapuskan
pergundikan.
3. Kongres Perikatan
Perkumpulan Istri Indonesia, Surabaya 13-18 Desember 1930
Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia ini juga
merupakan yang pertama bagi perkumpulan ini. Kongres diketuai oleh Ny. Siti
Soedari Soedirman. Kongres ini diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi
anggota PPII. Karena sifat federasi dari PPII ini, maka Kongres memutuskan
untuk menetapkan asas perkumpulan yang dapat mengakomodasi bermacam perkumpulan
yang ada di dalamnya. Untuk itu ditetapkan asas yang lebih bersifat umum yang
dapat diterima oleh seluruh anggota perkumpulan. Hal-hal yang menjadi isu yang
dianggap peka bagi suatu perkumpulan tertentu, seperti poligami dan perceraian,
tidak dimuat di dalam asas perkumpulan.
Kongres memutuskan:
menetapkan asas yang lebih bersifat umum bagi semua anggota;
mendirikan Badan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan
Anak-anak (BPPPA) yang diketuai oleh Ny. Sunarjati Sukemi;
mengirim utusan ke Kongres Perempuan Asia yang akan diadakan
19-23 Januari 1931 di Lahore, India, yaitu Ny. Santoso dan Nn. Sunarjati.
4. Kongres Perempuan
Indonesia, Jakarta 20-24 Juli 1935
Kongres Perempuan Indonesia tahun 1935 diikuti oleh tidak kurang
dari 15 perkumpulan, di antaranya Wanita Katolik Indonesia, Poetri Indonesia,
Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Taman Siswa dan lain
sebagainya. Kongres diketuai oleh Ny. Sri Mangunsarkoro.
Kongres menghasilkan keputusan:
mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang
berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia;
tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini akan
meningkatkan pemberantasan buta huruf;
tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini sedapat
mungkin berusaha mengadakan hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya
organisasi putri;
Kongres didasari perasaan kebangsaan, pekerjaan sosial dan
kenetralan pada agama;
Kongres menyelidiki secara mendalam kedudukan perempuan
Indonesia menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan
tidak menyinggung agama Islam;
Perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi
baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
Kongres Perempuan Indonesia menjadi badan tetap yang
melakukan pertemuan secara berkala
5. Kongres Perempuan
Indonesia, Bandung, Juli 1938
Kongres dikuti berbagai perkumpulan perempuan, di antaranya
Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Wanito Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik
dan Wanita Taman Siswa. Kongres diketuai oleh Ny. Emma Puradiredja. Isu yang
dibahas dalam Kongres antara lain, partisipasi perempuan dalam politik,
khususnya mengenai hak dipilih. Saat itu pemerintah kolonial telah memberikan
hak dipilih bagi perempuan untuk duduk dalam Badan Perwakilan. Mereka di
antaranya adalah Ny. Emma Puradiredja, Ny. Sri Umiyati, Ny. Soenarjo Mangunpuspito
dan Ny. Sitti Soendari yang menjadi anggota Dewan Kota (Gementeraad) di
berbagai daerah. Akan tetapi karena perempuan belum mempunyai hak pilih maka
perempuan menuntut supaya mereka pun diberikan hak memilih.
Kongres memutuskan:
–tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan
arti seperti yang dimaksud dalam keputusan Kongres tahun 1935;
–membangun Komisi Perkawinan untuk merancang peraturan
perkawinan yang seadil-adilnya tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.
6. Kongres Perempuan
Indonesia, Semarang Juli 1941
Kongres ini diikuti oleh berbagai perkumpulan perempuan yang
mengikuti kongres perempuan sebelumnya. Kongres diketuai oleh Ny. Soenarjo
Mangunpuspito.
Kongres menghasilkan keputusan:
–menyetujui aksi Gapi (Gabungan Politik Indonesia) dengan
mengajukan “Indonesia Berparlemen” pidato yang memuat tuntutan hak pilih dan
dipilih dalam parlemen, yang ditujukan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
–mufakat dengan adanya milisi Indonesia
–menuntut agar perempuan pun selain dipilih dalam Dewan Kota
juga memiliki hak pilih;
–menyetujui diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam
sekolah menengah dan tinggi;
–dibentuk empat badan pekerja:
–badan pekerja pemberantasan buta huruf
–badan pekerja penyelidik masalah tenaga kerja perempuan
– badan pekerja masalah perkawinan hukum Islam
– badan pekerja memperbaiki ekonomi perempuan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar