Diplomasi
Indonesia
Setelah
pernyataan kemerdekaan Indonesia, tentunya Indonesia harus mempertahankan itu
semua,, selain dengan cara perang, juga dapat dilakukan dengan cara Diplomasi. Diplomasi
itu sendiri adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh
seseorang (disebut diplomat) yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisai.
Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional
yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi,
dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.
Perjanjian-perjanjian internasional umumnya dirundingkan oleh para diplomat
terlebih dahulu sebelum disetujui oleh pembesar-pembesar negara. Berikut adalah
hasil diplomasi yang dilakukan setelah Indonesia merdeka,, mari kita lihat
kerugian dan keuntungannya…
PERUNDINGAN
LINGGARJATI
Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari Inggris. Isi Perundingan Linggarjati yaitu:
1. Pengakuan status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
2. Pembentukan negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4. Pembentukan RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1945
Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Adapun kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari Inggris. Isi Perundingan Linggarjati yaitu:
1. Pengakuan status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
2. Pembentukan negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4. Pembentukan RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1945
Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Adapun kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
- Indonesia terpaksa menyetujui
dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
- Indonesia kehilangan sebagaian daerah
kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah
kekuasaan Belanda.
- Pihak republik Indonesia harus
menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda dan
kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.
Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk bagi pemerintahan Republik Indonesia, antra lain sebagai berikut:
- Wilayah Republik Indonesia menjadi
makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah kekuasaan belanda.
- Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan
para pemimpin Republik Indonesia yang mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir
Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada Belanda.
- Perekonomian Indonesia diblokade
secara ketata oleh Belanda
- Indonesia terpaksa harus menarik
mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya untuk
kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
- Dalam usaha memecah belah Negara
kesatuan Republik Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka,
seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan
Negara Jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO
(Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
Dampak perundingan Renville bagi Indonesia dan Belanda
Dampak Perjanjian Renville bagi Indonesia :
· Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya RIS melalui masa peralihan
· Indonesia kehilangan sebagian daerah kekuasaannya karena garis Van Mook terpaksa harus diambil Belanda
· Pihak RI harus mengambil pasukannya yang berada di daerah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah RI
· Wilayah RI makin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda
· Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan pemimpin RI yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara ke Belanda
· Perekonomian Indinesia diblokade oleh Belanda
Dampak bagi Belanda adalah :
· Berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk
· Wilayah yang dikuasai Belanda pada Agresi Militer I menjadi wilayah penduduk Belanda.
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu. Namun, Panglima Besar Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-masalah perundingan.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu sebagai berikut.
- Pengembalian pemerintahan Republik
Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
- Perintah penghentian perang gerilya
akan diberikan setelah pemerintahan Republik Indonesia berada di
Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan
dilaksanakan di Den Haag.
Setelah tercapainya perundingan Roem Royen, pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Sudirman tiba kembali di Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan siding cabinet. Dalam siding tersebut Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandate kepada wakil presiden Moh Hatta. Dalam siding tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri pertahanan merangkap koordinator keamanan.
KONFERENSI INTER-NDONESIA
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.
KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB)
Dampak positif KMB bagi Indonesia :
- Berhentinya perang antara belanda dan
Indonesia
- Diakuinya Indonesia sebagai sebuah
negara oleh belanda
- Penarikan mundur tentara - tentara
Belanda di wilayah Indonesia
Dampak negatif KMB bagi Indonesia :
- Tertundanya penyelesaian masalah
Irian Barat
- Hutang Belanda pada 1942 sampai
disepakatinya RIS akan ditangung RIS
- Indonesia menjadi negara bagian RIS
di mana menjadi bawahan dari pemerintahan Belanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar